Rencana merger yang melibatkan tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya kini menjadi sorotan, dengan PT Wijaya Karya (WIKA) berada di posisi yang sangat kritis. Pihak perusahaan mengakui bahwa mereka sedang bersiap untuk menghadapi proses penggabungan ini, meskipun belum ada arahan resmi dari Kementerian BUMN. Sekretaris Perusahaan PT PP (Persero) Tbk, Joko Raharjo, mengungkapkan bahwa tujuan dari merger ini adalah untuk memangkas jumlah BUMN Karya dari tujuh menjadi tiga entitas.
Dalam konferensi pers di Brebes, Jawa Tengah, Joko menyatakan, “Kami masih menunggu arahan dari Menteri BUMN, dan potensi pemangkasan BUMN Karya itu akan segera dilakukan.” Dia juga menambahkan bahwa saat ini PT PP tengah melakukan persiapan untuk mengimplementasikan merger dengan fokus utama pada konsolidasi dan efisiensi operasional.
PT WIKA, yang merupakan salah satu dari tujuh perusahaan tersebut, sedang mengevaluasi kesiapan untuk aksi korporasi ini. Corporate Secretary WIKA, Mahendra Vijaya, menjelaskan bahwa pihaknya sedang melakukan kajian mendalam mengenai prosedur internal yang perlu diadaptasi jika merger benar-benar terlaksana. “Jadi jika merger dilakukan, WIKA sudah siap untuk mengerjakan tersebut,” kata Mahendra.
Rencana merger ini muncul setelah pertemuan antara Menteri Pekerjaan Umum, Dody Hanggodo, dan Menteri BUMN, Erick Thohir. Dalam pembicaraan tersebut, keduanya membahas langkah strategis untuk menyederhanakan struktur BUMN Karya. Erick menegaskan bahwa pemangkasan tersebut tidak akan mempengaruhi proyek-proyek yang tengah dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Dalam hal ini, Erick mengatakan, “Nantinya, ada BUMN yang punya spesialisasi menggarap proyek tol, real estate, gedung, dan lainnya. Itu akan kita garap sesuai dengan spesifikasinya.” Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memperkuat kapasitas BUMN Karya dalam mengelola proyek-proyek besar di Indonesia.
Namun, situasi PT WIKA saat ini cukup mengkhawatirkan. Bursa Efek Indonesia (BEI) baru-baru ini menghentikan sementara perdagangan saham WIKA karena perusahaan ini gagal melakukan pembayaran pokok Sukuk Mudharabah Berkelanjutan II dan Obligasi Berkelanjutan II yang jatuh tempo. Kepala Divisi Penilaian Perusahaan BEI, Adi Pratomo, mengatakan bahwa penghentian ini mencerminkan adanya permasalahan serius dalam kelangsungan usaha perusahaan tersebut.
Penghentian perdagangan saham WIKA ini, yang dimulai pada 18 Februari 2025, menunjukkan bahwa situasi finansial perusahaan sedang tidak stabil. BEI telah memberikan surat teguran kepada WIKA untuk segera menginformasikan kondisi nyata perusahaan kepada publik.
Meskipun begitu, Kementerian BUMN menilai bahwa rencana merger ini merupakan langkah positif untuk BUMN yang kinerjanya belum menunjukkan perbaikan. Fokus merger adalah untuk meningkatkan efisiensi, pengelolaan, dan spesialisasi dalam menyelesaikan proyek-proyek yang dihadapi.
Berita ini menandakan bahwa PT WIKA berada di “ujung tanduk,” menghadapi tantangan besar dan keputusan strategis yang dapat memengaruhi masa depannya. Dengan merger yang direncanakan, diharapkan akan ada perbaikan dalam kinerja dan struktur organisasi BUMN Karya, sehingga mampu berkontribusi lebih maksimal pada pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Proses ini bakal menjadi satu babak penting dalam sejarah BUMN di tanah air, di mana efisiensi dan keberlanjutan akan menjadi kunci dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Analyst dan stakeholder kini menantikan keputusan dari pemerintah mengenai langkah-langkah lanjutan terkait merger ini serta bagaimana WIKA dan perusahaan lainnya akan beradaptasi dengan perubahan yang ada.