
Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklarifikasi bahwa mpox, meskipun muncul kembali sebagai wabah, bukanlah varian baru dari Covid-19. Dalam penjelasannya, Direktur WHO Eropa Hans Kluge menegaskan bahwa pengetahuan tentang mpox sudah cukup baik, dan langkah-langkah untuk mengendalikan penyebarannya telah dikenal.
Wabah mpox yang kembali muncul belakangan ini tidak sama dengan Covid-19. Menurut Kluge, banyak informasi yang tersedia tentang virus ini membuat upaya pengendaliannya lebih mudah dibandingkan dengan virus corona. “Mpox bukanlah Covid yang baru. Kita tahu cara mengendalikan mpox, dan di kawasan Eropa, langkah-langkah yang diperlukan untuk menghilangkan penularannya sedang dilakukan,” ujar Kluge.
Meskipun demikian, perhatian tetap diberikan terhadap varian klade 1b dari mpox, yang terlihat lebih mudah menular melalui kontak dekat. Kasus varian ini baru-baru ini dikonfirmasi di Swedia, yang terkait dengan wabah yang berkembang di Afrika. Meskipun strain ini memicu kekhawatiran, WHO mencatat bahwa wabah yang lebih umum dari klade 2b, yang sebagian besar menyerang pria gay dan biseksual, telah dicabut peringatannya pada Mei 2023.
Dalam penilaian risiko, Kluge menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 telah memberikan kesempatan bagi sistem kesehatan masyarakat untuk lebih baik mempersiapkan dan merespons wabah mpox. Adanya pengalaman ini membantu pihak berwenang untuk menghadapinya dengan lebih efektif. Sejak bulan Juli 2022, WHO telah menyatakan keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC) terkait dengan varian mpox, dan pada Mei 2023 mencabut status darurat tersebut.
Dengan sekitar 100 kasus baru strain mpox klade 2 dilaporkan di Eropa setiap bulan, WHO mendorong penegakan langkah-langkah kesehatan masyarakat yang lebih baik. Penularan mpox tetap sebagian besar terjadi melalui kontak kulit ke kulit yang dekat, meskipun Kluge menambahkan bahwa kemungkinan penularan juga dapat terjadi melalui droplet, khususnya jika seseorang dalam fase akut infeksi mengalami lepuh di mulut.
“Adanya ketidakjelasan tentang cara penularan mpox ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut agar kita dapat memahami sepenuhnya bagaimana virus ini menyebar,” kata Kluge. Namun, harapannya, dengan pemahaman yang lebih baik dan langkah pencegahan yang tepat, dampak dari mpox dapat diminimalkan.
Juru bicara WHO, Tarik Jasarevic, menambahkan bahwa organisasi tidak merekomendasikan penggunaan masker secara luas atau vaksinasi massal. Sebagai gantinya, WHO merekomendasikan vaksinasi di daerah yang mengalami wabah, terutama bagi kelompok yang paling berisiko.
Dalam situasi ini, masyarakat diharapkan tetap waspada dan memperhatikan langkah-langkah pencegahan yang disarankan sambil menunggu ilmuwan dan kesehatan masyarakat melakukan lebih banyak penelitian untuk memahami mpox secara menyeluruh. Kesadaran yang lebih tinggi dan tindakan pencegahan yang tepat sangat penting untuk mengendalikan penyebaran virus ini.