Tekanan Biaya Dana Bank Tak Berubah Meski BI Rate Awal Tahun Turun

Tekanan biaya dana atau cost of fund (CoF) yang dihadapi oleh perbankan di Indonesia tetap menunjukkan tanda-tanda stagnasi di awal tahun 2025, meskipun Bank Indonesia (BI) telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan selama 25 basis poin pada bulan Januari lalu. BI memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 5,75% setelah penyesuaian tersebut, menciptakan harapan akan adanya penurunan lebih lanjut di masa depan.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers pada 19 Februari 2025, mengatakan bahwa meskipun ada potensi untuk penurunan lebih lanjut pada suku bunga acuan, banyak faktor yang perlu diperhatikan, termasuk dampak kebijakan global terhadap ekspor Indonesia, serta program-program efisiensi fiskal dan pertumbuhan ekonomi yang sedang berjalan. Dia menambahkan, "Intinya ruang [penurunan] ada," yang menunjukkan bahwa BI tetap optimis mengenai kemungkinan penyesuaian kebijakan moneter ke depan.

Di tengah keputusan BI tersebut, beberapa bank di Indonesia menunjukkan pandangan yang hati-hati. Bank CIMB Niaga, misalnya, melalui Presiden Direktur Lani Darmawan, memperkirakan bahwa meskipun penurunan suku bunga acuan telah dilakukan, dampaknya terhadap biaya dana belum terlihat signifikan. "Kelihatannya penurunan BI rate di akhir tahun lalu belum menurunkan CoF secara overall. Masih butuh waktu," ungkapnya. Dia menekankan bahwa tantangan likuiditas bank masih relatif ketat, sehingga situasi ini akan terus dipantau dalam dua hingga tiga bulan ke depan.

Sementara itu, di sisi lain, PT Bank Danamon Indonesia Tbk. mempertahankan pandangan positif terkait kebijakan suku bunga. Direktur Strategi Global Bank Danamon, Jin Yoshida, menyatakan bahwa penurunan suku bunga acuan dapat membuka jalan bagi bank untuk mengejar pendanaan lebih agresif, terutama dalam hal dan biaya murah, seperti current account saving account (CASA). “Tentu saja sebagai bisnis bank, kalau menurunkan cost of fund itu lebih baik,”ujarnya, menegaskan pentingnya stabilitas suku bunga untuk mendukung pertumbuhan bisnis.

Ekonom Bank Danamon, Hosianna Evalita Situmorang, menjelaskan bahwa transmisi kebijakan BI ke suku bunga bank tidak terjadi secara instan, melainkan memerlukan waktu setidaknya tiga bulan. Hal ini sangat bergantung pada likuiditas dan penyaluran kredit bank, di samping itu, instrumen keuangan lainnya seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga berperan dalam penentuan posisi likuiditas.

Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menyoroti bahwa meskipun dampak dari penurunan BI Rate pada bulan Januari mulai terlihat pada suku bunga Indonia dan pasar uang antar bank (PUAB), dampak terhadap suku bunga simpanan dan kredit bank akan memerlukan waktu lebih lama untuk terefleksi. "Dampak ke bunga DPK [dana pihak ketiga] dan kredit perlu waktu, satu kuartal atau dua kuartal," katanya. Ini menunjukkan bahwa perubahan kebijakan moneter akan terasa dalam jangka waktu yang lebih panjang, dan para pelaku industri tetap menunggu dampaknya.

Berikut adalah beberapa faktor penting yang mempengaruhi tekanan biaya dana bank saat ini:

  1. Kondisi Likuiditas: Saat ini, tantangan likuiditas bagi bank masih terasa, meskipun tidak ada masalah signifikan di beberapa bank besar.

  2. Transmisi Kebijakan Moneter: Proses penyampaian dan implikasi dari penurunan BI Rate ke sektor perbankan membutuhkan waktu berkat struktur produk keuangan yang kompleks.

  3. Ekspansi Pendanaan: Bank masih mencari cara untuk lebih ekspansif dalam mengejar pendanaan melalui produk yang lebih menguntungkan seperti CASA, meskipun belum ada dampak cepat dari penurunan suku bunga.

  4. Pengaruh Kebijakan Global: Situasi ekonomi global, termasuk pergerakan suku bunga di Amerika Serikat, juga memiliki dampak signifikan terhadap keputusan yang diambil oleh bank-bank lokal.

Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, tampaknya tekanan biaya dana bagi perbankan Indonesia akan terus berlanjut dalam waktu dekat. Hal ini menciptakan tantangan dan peluang bagi pihak-pihak yang terlibat di sektor perbankan, yang tentunya diharapkan akan mampu menavigasi situasi ini dengan cermat guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Exit mobile version