Internasional

Revolusi di DR Congo: Pemberontak M23 Dekati Kota Kedua Utama!

Revolusi yang dilakukan oleh kelompok pemberontak M23 di Republik Demokratik Kongo (DRC) semakin mendekati kota besar kedua setelah Goma, yaitu Bukavu. Meskipun terdapat seruan internasional untuk menghentikan permusuhan dan memulai kembali dialog perdamaian, kemajuan signifikan kelompok tersebut terus berlanjut. Dalam beberapa minggu terakhir, ratusan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat dari penyerangan yang dilakukan oleh rebel.

Kota Bukavu, yang merupakan ibu kota provinsi South Kivu dan berbatasan langsung dengan Rwanda, akan menjadi sasaran strategis jika M23 berhasil menguasainya. Pada bulan lalu, M23, yang diduga mendapatkan dukungan dari Rwanda, berhasil merebut Goma, kota utama yang kaya akan sumber mineral di wilayah timur DRC. Pemerintah Kongo menuduh Rwanda berusaha menciptakan kekacauan demi kepentingan eksploitasi sumber daya alam di region tersebut, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Kigali.

Dalam perkembangan terbaru, pasukan pemberontak M23 telah menguasai bandara yang terletak sekitar 30 kilometer di utara Bukavu. Pasukan Angkatan Bersenjata Kongo dan milisi yang beraliansi dengan mereka menarik diri tanpa memberikan perlawanan yang berarti. Meski demikian, laporan dari pihak berwenang setempat menyebutkan bahwa terjadi pertempuran sengit di pinggiran Bukavu. Dalam situasi ini, pemerintah setempat telah menghimbau kepada warga untuk tetap di dalam rumah untuk menghindari bahaya.

Dalam konferensi keamanan di Munich, Presiden DRC Félix Tshisekedi secara terbuka meminta agar Rwanda dikenakan sanksi. Ia menuduh negara tetangga tersebut memiliki "ambisi ekspansionis," dan menekankan bahwa pemerintah Kongo tidak akan mentolerir penguasaan sumber daya yang dilakukan demi kepentingan pihak asing. “Kami tidak akan lagi membiarkan sumber daya strategis kami dikelola untuk kepentingan asing di bawah pandangan yang bersimpati terhadap kekacauan,” tuturnya.

Rwanda sendiri, melalui Presiden Paul Kagame, menyatakan bahwa prioritas mereka adalah menjaga keamanan nasional. Kagame berargumen bahwa Rwanda terancam oleh pemberontak Hutu yang beroperasi di DRC dan menolak segala ancaman sanksi dari komunitas internasional.

Kondisi tersebut bertepatan dengan berlangsungnya KTT Uni Afrika di Ethiopia, di mana pemimpin negara-negara Afrika akan membahas krisis ini. Moussa Faki Mahamat, ketua komisi AU, menyatakan bahwa gencatan senjata perlu diutamakan, menekankan bahwa kampanye militer tidak akan menyelesaikan masalah mendasar yang dihadapi.

Beberapa faktor yang mendorong meningkatnya ketegangan di DRC antara lain:

  1. Dukungan dari Negara Tetangga: Tuduhan terhadap Rwanda mengenai dukungannya kepada M23 memicu ketidakpuasan dan490489493489498 mempengaruhi stabilitas regional.
  2. Migrasi Massal: Pemberontakan mengakibatkan ratusan ribu orang mengungsi, menambah krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
  3. Perlunya Dialog Perdamaian: Meski terdapat seruan internasional untuk menghentikan kekerasan, dialog yang berarti masih sulit untuk dicapai.
  4. Komoditas Strategis: Kendali atas Bukavu dan daerah sekitarnya berdampak langsung pada perdagangan mineral yang dapat mempengaruhi ekonomi.

Menghadapi tekanan dalam dan luar negeri, situasi di DRC terus berkembang dan memerlukan perhatian dari komunitas internasional. Keterlibatan aktif pemerintahan dan upaya dari organisasi regional seperti Uni Afrika sangat penting untuk menciptakan stabilitas yang berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ini.

Hendrawan adalah penulis di situs spadanews.id. Spada News adalah portal berita yang menghadirkan berbagai informasi terbaru lintas kategori dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button