
Ange Postecoglou, pelatih kepala Tottenham Hotspur, mengungkapkan kekecewaannya dengan pernyataan bahwa ia adalah “satu-satunya suara” yang membela klubnya di tengah serangan kritik dari berbagai pihak. Dalam konfrensi pers yang berlangsung selama 40 menit, Postecoglou menegaskan perlunya dukungan lebih banyak, baik dari dalam klub maupun luar, untuk mengatasi situasi sulit yang dihadapi Spurs. Pernyataan ini muncul setelah timnya mengalami kekalahan ke-16 di Liga Premier saat melawan Chelsea, menambah tekanan pada posisinya sebagai pelatih.
Postecoglou mengambil alih Tottenham selama musim panas 2023 dan sejak saat itu, klubnya berada di urutan ke-14 di tabel Liga Premier, tertinggal 18 poin dari Chelsea yang berada di posisi keempat. Dengan ketatnya persaingan dan skor buruk di liga, masa depannya di Spurs kini berada di ujung tanduk. Ia tetap optimis, ingin fokus pada pertandingan selanjutnya, di mana Spurs akan menjamu Eintracht Frankfurt di leg pertama perempat final Liga Europa. Keberhasilan di kompetisi ini bisa menjadi faktor kunci untuk menentukan nasibnya di klub.
Dalam pernyataannya, Postecoglou menyoroti perbedaan perlakuan media terhadap klub-klub besar lainnya dibandingkan Tottenham. Ia merasa bahwa suara bela diri dari media dan mantan pemain untuk Spurs sangat minim. “Saya tidak pernah menyalakan TV dan mendengar suara yang kuat. Satu-satunya suara yang kamu dengar adalah saya,” katanya. Menurutnya, tim-tim besar lainnya mendapatkan lebih banyak dukungan dari para pundit, sementara Spurs seolah tidak memiliki pembelaan yang cukup.
Ange tampaknya tidak segan dalam menghadapi kritik, bahkan berupaya untuk menantang perilaku negatif dari beberapa penggemar. Dia mengungkapkan pengalamannya berhadapan dengan beberapa supporter yang bersikap provokatif di pertandingan melawan Fulham dan Leicester. “Saya akan selalu berdiri untuk apa yang saya yakini benar,” ujarnya, merespons tindakan provokatif yang sering kali dialamatkan padanya. Ia melanjutkan bahwa kritik yang ditujukan padanya seharusnya ditujukan pada isu yang lebih mendasar dalam sepak bola, bukan hanya pada momen-momen tertentu.
Sementara ekspektasi tinggi terhadap performa tim makin mendesak, Postecoglou menyadari tantangan yang dihadapinya. Ia “terpaksa” berdiri sebagai satu-satunya pembela klub di media, dan sering kali merasa terganggu oleh apa yang ia sebut sebagai “serangan” dari luar. “Setiap klub mengalami masa-masa sulit. Hal yang penting adalah bagaimana kita bereaksi,” tambahnya.
Saat ditanya tentang apa yang bisa dilakukan Spurs agar situasinya membaik, Postecoglou menunjukkan bahwa klub perlu lebih vokal dalam membela diri dan kebijakan internal. “Terlebih lagi, kami perlu bersuara lebih banyak. Mungkin kalian mendengar terlalu banyak dari saya, tetapi sangat sedikit suara dari yang lain,” ujarnya.
Dengan posisi Spurs yang masih terancam dan beberapa sumber menyebutkan bahwa masa depan Postecoglou mungkin tidak aman, tekanan semakin besar menjelang akhir musim. Selain faktor performa tim di Liga Europa, hubungan Postecoglou dengan penggemar dan bagaimana klub bisa memperbaiki performa ke depan juga menjadi bagian dari pertimbangan penting.
Meskipun dalam situasi tertekan, Postecoglou tetap berkomitmen untuk terus berjuang. “Bagi saya, semakin besar perjuangannya, semakin saya menikmati tantangan itu,” tambahnya. Ia mengingatkan bahwa ada kehidupan setelah Tottenham dan ia siap untuk menghadapi segala kemungkinan, baik itu kemenangan yang membawa trofi pertama bagi klub sejak 2008 atau perubahan arah menuju pelatih baru di masa mendatang.
Upaya Postecoglou untuk membela klub dan melawan diskriminasi tidak hanya menjadi sorotan, tetapi juga menegaskan komitmennya dalam menghadapi setiap tantangan yang ada di hadapannya, meskipun nadaasi kritik kian menguat. Pelatih asal Australia ini menunjukkan bahwa di tengah semua kesulitan, semangat juangnya untuk Spurs tidak pernah surut.