
Di tengah perdebatan dan diskusi tentang peran kecerdasan buatan (AI) dalam dunia kerja, para pemimpin ekonomi mengungkapkan pandangan mereka di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, akhir Januari lalu. Dalam pembicaraan yang dipandu oleh Brian Sozzi, Editor Eksekutif Spada News, beberapa tokoh penting membagikan pandangan mereka mengenai bagaimana AI akan membentuk masa depan tenaga kerja.
Kecerdasan buatan telah diakui oleh sebagian besar bisnis sebagai alat yang berpotensi meningkatkan produktivitas. Menurut laporan Forbes, 64% perusahaan menganggap bahwa AI dapat meningkatkan efisiensi, meskipun kekhawatiran muncul di kalangan pekerja terkait pengurangan lapangan kerja akibat adopsi teknologi ini. Berikut adalah pandangan para pemimpin mengenai peran AI di tempat kerja:
Ted Pick, CEO Morgan Stanley: Pick menilai AI sebagai alat yang efisien untuk mengerjakan tugas-tugas rutin, seperti mencatat. Ia berpendapat, meskipun AI dapat mengurangi beban kerja, esensi hubungan manusia tetap tak tergantikan. “AI memang penting, tetapi kita masih memerlukan keteraturan manusia dalam bisnis,” ujarnya. Pick menekankan bahwa banyak aspek dari bisnisnya bergantung pada hubungan yang terjalin dengan klien, yang tidak dapat digantikan oleh mesin.
Adena Friedman, CEO Nasdaq: Friedman sepakat bahwa AI dapat menangani tugas-tugas monoton dan menyelamatkan waktu. “AI dapat menulis laporan hanya dengan memberikan fakta, yang sangat menghemat waktu,” ujarnya. Ia juga memperkirakan bahwa AI akan semakin berperan dalam memberikan rekomendasi investasi dan menjawab pertanyaan klien secara cerdas.
Nouriel Roubini, Ekonom: Berbeda dengan pandangan optimis, Roubini, yang dikenal sebagai "Dr. Doom", menyatakan bahwa perkembangan AI bisa jadi lebih cepat daripada penyerapan lapangan kerja. Ia percaya banyak pekerjaan, baik di sektor blue-collar maupun white-collar, akan hilang karena kemampuan AI yang terus meningkat. “Seiring dengan integrasi yang semakin dalam antara perangkat lunak dan perangkat keras, saya khawatir banyak pekerjaan akan hilang,” tuturnya dengan nada prihatin.
- Ray Dalio, Investor Billioner: Meskipun tidak secara eksplisit menyatakan posisi tentang dampak AI terhadap tenaga kerja, Dalio mencermati bahwa dampak AI akan sangat bergantung pada cara implementasinya. Ia percaya bahwa peluang dalam AI berasal dari aplikasi dan siapa yang akan memanfaatkannya. “Sama seperti era internet dan dot-com, kita akan melihat banyak peluang baru muncul,” ungkapnya.
Pentingnya komunikasi dan hubungan yang transparan dalam organisasi juga menjadi sorotan Dalio, yang menekankan perlunya menciptakan budaya kerja yang mendukung ide-ide inovatif. “Saya percaya pada meritokrasi ide, di mana setiap orang dapat berbagi pandangan tanpa hierarki yang membatasi,” jelasnya.
Dalam menghadapi ancaman kehilangan pekerjaan, para pemimpin ini menyarankan pentingnya mempersiapkan tenaga kerja dengan keterampilan yang baru dan relevan. Dengan perkembangan teknologi yang cepat, keterampilan adaptasi menjadi kunci untuk bertahan dan berkontribusi di pasar kerja yang terus berubah.
Menarik untuk dicatat bahwa meskipun ada pandangan yang beragam tentang dampak jangka panjang AI, satu hal yang jelas adalah bahwa teknologi ini akan terus merubah cara kita bekerja. Diperlukan keseimbangan antara adopsi teknologi yang efisien dan pelestarian aspek manusia dalam dunia kerja. Kunci untuk masa depan tenaga kerja mungkin terletak pada kemampuan untuk memanfaatkan AI sambil tetap menjunjung nilai-nilai hubungan manusia yang fundamental.