Kesehatan

Peredaran Rokok Ilegal di RI Meningkat Pesat, Apa Penyebabnya?

Tren pergeseran konsumsi masyarakat terhadap rokok di Indonesia baru-baru ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam peredaran rokok ilegal. Dalam kajian terbaru yang dilakukan oleh Indodata Research Center, Direktur Eksekutif Danis Saputra Wahidin mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, persentase konsumsi rokok ilegal diperkirakan mencapai 46,95%, meningkat dari tahun sebelumnya. Data ini menunjukkan bagaimana perilaku konsumen dapat berdampak langsung pada dinamika pasar rokok di Tanah Air.

Hasil kajian tersebut mengidentifikasi bahwa rokok polos, yaitu rokok yang dipasarkan tanpa pita cukai, merupakan kategori paling dominan dalam peredaran rokok ilegal, mencapai 95,44% dari total jenis yang beredar. Jenis rokok lainnya yang juga mencatatkan peredaran ilegal adalah rokok palsu (1,95%), salah peruntukan (saltuk) (1,13%), bekas (0,51%), dan salah personalisasi (salson) (0,37%). Kerugian yang ditimbulkan oleh peredaran rokok ilegal ini diperkirakan mencapai Rp97,81 triliun, angka yang cukup mengkhawatirkan bagi pendapatan negara.

Salah satu faktor penyebab meningkatnya peredaran rokok ilegal ini adalah adanya pergeseran pola konsumsi di kalangan perokok. Danis menjelaskan bahwa banyak perokok kini beralih dari rokok legal yang lebih mahal ke rokok ilegal yang harganya jauh lebih terjangkau. Ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan nilai cukai rokok yang diterapkan tidak efektif untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, genangan angka perokok ilegal meningkat dari 28% menjadi 30%, dan sekarang mencatatkan lonjakan hingga 46% pada tahun 2024.

Proses ‘shifting’ ini tidak hanya terjadi pada satu kelompok, tetapi melibatkan beberapa golongan perokok. Rokok ilegal semakin diminati oleh konsumsi dari golongan I, II, dan III, yang lebih memilih alternatif murah daripada merogoh kocek untuk rokok legal. Tren ini memaksa para produsen rokok untuk mengadaptasi penawaran mereka agar sesuai dengan selera pasar yang berorientasi pada harga.

Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan survei dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menunjukkan bahwa konsumsi terhadap jenis hasil tembakau tidak mengalami perubahan signifikan. Sigaret kretek mesin (SKM) tetap menjadi pilihan utama baik untuk rokok legal maupun ilegal, diikuti oleh sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT).

Dalam mengatasi permasalahan ini, Danis menyarankan agar pemerintah, terutama Presiden Prabowo Subianto, dapat memberikan arahan yang jelas kepada kementerian dan lembaga terkait untuk merumuskan kebijakan mengenai rokok yang berbasis pada kajian riset objektif dan komprehensif. Pengawasan dan penegakan hukum yang ketat terhadap peredaran rokok ilegal juga dianggap sebagai langkah strategis untuk mendukung pendapatan negara serta melindungi industri rokok legal.

Industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk petani tembakau, petani cengkeh, dan sejumlah buruh dalam industri tersebut. Oleh karena itu, memerangi peredaran rokok ilegal bukan hanya tugas pemerintah namun juga menjadi tanggung jawab semua pihak agar masa depan industri ini tetap terjaga.

Dengan menyadari dampak luas dari peredaran rokok ilegal terhadap perekonomian dan masyarakat, langkah-langkah konkret perlu segera diambil. Keberlanjutan industri hasil tembakau dan perlindungan terhadap pabrikan legal harus menjadi prioritas dalam merumuskan kebijakan ke depan.

Hendrawan adalah penulis di situs spadanews.id. Spada News adalah portal berita yang menghadirkan berbagai informasi terbaru lintas kategori dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button