Pengungkapkan Isi dan Makna RUU TNI Terbaru yang Direvisi 2025!

Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah berlangsung dan menghasilkan dinamika baru dalam pengaturan peran militer di Indonesia. RUU TNI terbaru yang disepakati pada Maret 2025 ini mencakup beberapa perubahan penting yang akan berdampak pada hubungan antara institusi militer dan lembaga sipil. Salah satu fokus utama revisi ini adalah penambahan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif, meningkat dari 10 menjadi 16 institusi.

Dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi UU TNI yang berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, disepakati bahwa Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) ditambahkan sebagai lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Ini menunjukkan adanya keinginan untuk memperluas peran TNI dalam sektor-sektor yang sebelumnya kurang mendapat perhatian.

Daftar institusi yang diizinkan untuk ditempati oleh prajurit TNI aktif kini mencakup:

  1. Kantor Bidang Koordinator Politik dan Keamanan Negara
  2. Pertahanan Negara
  3. Sekretaris Militer Presiden
  4. Intelijen Negara
  5. Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
  7. Dewan Pertahanan Nasional
  8. Search and Rescue (SAR) Nasional
  9. Badan Narkotika Nasional
  10. Mahkamah Agung
  11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  12. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  13. Keamanan Laut
  14. Kejaksaan Agung
  15. Kementerian Kelautan dan Perikanan
  16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Perubahan ini tidak hanya menambah jumlah lembaga, tetapi juga mengubah relasi antara pihak militer dan sipil. Penambahan lembaga di mana prajurit TNI dapat berperan aktif diharapkan akan menguatkan koordinasi dalam menghadapi isu-isu keamanan nasional, tanggap darurat, dan penanganan bencana.

Namun, diskusi di sekitar revisi ini tidak lepas dari kontroversi. Beberapa pengamat mengkhawatirkan bahwa perluasan peran TNI di lembaga sipil membuka kembali potensi kembalinya dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), yang pernah diterapkan selama era Orde Baru. Menurut Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, peran utama TNI seharusnya tetap terfokus dalam bidang pertahanan, dan bukan mengisi jabatan-jabatan sipil yang dapat menciptakan ambiguitas dalam pengaturan antara militer dan pemerintahan.

Di sisi lain, revisi ini juga memicu diskusi mengenai pentingnya pengawasan yang lebih kuat terhadap aktivitas TNI dalam lingkungan sipil. Sejumlah aktivis dan pengamat menyatakan bahwa penguatan sistem pengawasan publik lebih mendesak dijalankan. Dengan adanya transparansi dan akuntabilitas, pelaksanaan tugas militer dapat lebih terkendali sehingga menghindari potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Revisi RUU TNI ini juga merespons dinamika politik dan keamanan nasional yang terus berkembang. Dengan meningkatnya tantangan seperti ancaman di bidang keamanan maritim, terorisme, dan bencana alam, kehadiran TNI di lembaga terkait menjadi semakin strategis. Meski demikian, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa prinsip supremasi sipil dalam demokrasi tetap terjaga serta profesionalisme TNI di bidang pertahanan.

Dengan semua perbincangan ini, RUU TNI yang telah direvisi kini membawa perubahan besar dalam tatanan militer dan sipil di Indonesia. Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dalam penanganan berbagai tantangan yang dihadapi negara, meskipun kontroversi mengenai implikasinya dalam hal pengawasan dan keseimbangan kekuasaan antara sipil dan militer akan tetap menjadi sorotan di publik.

Berita Terkait

Back to top button