OJK Temukan 4 Perusahaan Pembiayaan dan 11 P2P Lending Tak Patuhi Aturan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa ada sejumlah perusahaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum yang ditetapkan. Dalam laporan terbaru, OJK menyatakan bahwa empat dari 146 perusahaan pembiayaan yang terdaftar tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp100 miliar. Hal ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sektor pembiayaan dalam mematuhi regulasi yang ada.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, juga menyoroti bahwa 11 dari 97 penyelenggara peer to peer (P2P) lending tidak memenuhi ketentuan batas ekuitas minimum sebesar Rp7,5 miliar. “Dari 11 penyelenggara P2P lending tersebut, lima penyelenggara sedang dalam proses analisis atas permohonan peningkatan modal disetor,” ujar Agusman dalam Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari 2025.

OJK tak hanya berfokus pada pemenuhan ekuitas minimum, tetapi juga melakukan penegakan terhadap aturan di sektor Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML). Sepanjang Februari 2025, OJK telah mengeluarkan sanksi administratif kepada sejumlah pelaku industri yang melanggar ketentuan.

Adapun rincian sanksi administratif yang dijatuhkan OJK mencakup 24 perusahaan pembiayaan, 11 perusahaan modal ventura, 32 penyelenggara P2P lending, dua perusahaan pergadaian swasta, satu lembaga keuangan khusus, dan empat lembaga keuangan mikro. Sanksi tersebut diberlakukan atas pelanggaran yang dilakukan terhadap Peraturan OJK (POJK) yang berlaku, maupun hasil pengawasan dan pemeriksaan.

Sanksi yang diberikan OJK terdiri dari beberapa bentuk, antara lain:

1. Pembatasan kegiatan usaha
2. Denda administratif
3. Peringatan tertulis

Rincian lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat tiga provinsi yang mencakup 89 sanksi denda dan 51 sanksi peringatan tertulis. Melalui langkah-langkah ini, OJK berharap dapat meningkatkan tata kelola perusahaan serta prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

“Upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut diharapkan dapat mendorong pelaku industri sektor PVML untuk meningkatkan aspek tata kelola yang baik, dan pada akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan berkontribusi secara optimal,” tambah Agusman.

Di sisi kinerja, OJK mencatat bahwa piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan tumbuh 6,04% secara tahunan (year on year) menjadi Rp504,33 triliun pada Januari 2025. Meskipun pertumbuhan ini terlihat positif, namun mengalami sedikit pelambatan dibandingkan Desember 2024 yang mencapai 6,92% YoY. Pertumbuhan yang terjadi didukung oleh meningkatnya pembiayaan investasi sebesar 10,77% YoY.

Meskipun demikian, profil risiko perusahaan pembiayaan tetap terjaga. Rasio Non Performing Financing (NPF) gross tercatat sebesar 2,96% pada Januari 2025, yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di angka 2,70%. NPF net juga menunjukkan kenaikan dengan angka 0,93% per Januari 2025, meningkat dibandingkan dengan Desember 2024 yang hanya 0,75%.

Siklus pengawasan dan penegakan regulasi OJK akan terus berlangsung, dengan fokus yang kuat pada kepatuhan terhadap ketentuan ekuitas minimum serta penguatan tata kelola perusahaan. Inisiatif ini sangat penting untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan sektor keuangan di Indonesia, termasuk pertumbuhan sektor pembiayaan dan P2P lending yang plays a crucial role in the economic landscape.

Exit mobile version