
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan sejumlah regulasi baru yang bertujuan untuk memperkuat industri perasuransian di Indonesia. Sejak 2023 hingga 2024, OJK telah menerbitkan 18 Peraturan OJK (POJK) dan 10 Surat Edaran OJK (SEOJK), dengan 16 dari peraturan tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Dari jumlah itu, mayoritas aturan, yakni 12 POJK dan 5 SEOJK, ditujukan untuk sektor asuransi.
Kepala Eksekutif Pengawas PPDP OJK, Ogi Prastomiyono, menegaskan bahwa regulasi baru ini diarahkan untuk memperkuat tata kelola, manajemen risiko, dan permodalan di industri asuransi. Ogi menjelaskan bahwa regulasi yang ada saat ini masih dianggap kurang memberikan fondasi yang kokoh bagi industri. “Penguatan regulasi yang dikeluarkan bertujuan untuk memperkuat industri perasuransian, sehingga ada kepastian dalam beroperasi,” ungkapnya dalam acara “Regulatory Dissemination Day 2025” di Jakarta.
Penyusunan regulasi melibatkan berbagai stakeholders, termasuk pelaku usaha dan asosiasi, untuk memastikan bahwa aturan yang diterbitkan sesuai dengan kebutuhan industri. Ogi juga meyakini bahwa potensi pengembangan industri asuransi di Indonesia sangat besar. Namun, dia menilai regulasi yang existente masih belum optimal. Dengan regulasi baru, OJK berharap dapat menjangkau pertumbuhan yang lebih baik di sektor asuransi, memproyeksikan pertumbuhan aset untuk asuransi umum masih ada di kisaran 8% hingga 10%, asuransi jiwa 2% hingga 4%, serta dana pensiun di angka 9% hingga 11%.
Ogi menekankan pentingnya kolaborasi antara seluruh stakeholder dalam mencapai tujuan tersebut. Ia juga menyatakan bahwa peningkatan ekuitas perusahaan asuransi akan dilakukan secara bertahap. OJK menetapkan regulasi yang memberikan kesempatan kepada perusahaan asuransi untuk bergabung dalam KUPA (Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi) jika mereka belum memenuhi syarat modal minimum. Ogi menerangkan bahwa skema KUPA mirip dengan sistem yang ada di sektor perbankan, di mana perusahaan yang modalnya tidak mencukupi dapat berkolaborasi dengan perusahaan lain yang memiliki kapital yang memadai.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu, menyambut positif langkah OJK ini. Menurutnya, kebijakan baru tentang permodalan minimum sejalan dengan roadmap industri yang sudah ada. “Aturan ini tidak seharusnya menjadi isu besar bagi pelaku usaha karena ada alternatif KUPA yang memberikan kepastian bagi keberlangsungan operasi perusahaan asuransi,” ujar Togar.
Dia menambahkan bahwa pentingnya memberikan kepastian bagi para pemegang polis jika suatu perusahaan tidak dapat memenuhi modal minimum. Selain itu, Togar juga menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh industri asuransi jiwa, terutama terkait perubahan regulasi mengenai Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau unit link. Ia mengingatkan bahwa sosialisasi terhadap agen pemasaran perlu dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa dilakukan secara instan.
Pertumbuhan industri asuransi jiwa tahun lalu yang hanya mencapai 2% hingga 4% dianggapnya wajar karena sedang masa transisi. Dengan penerapan standar akuntansi baru, PSAK 117, yang dijadwalkan berlaku pada Januari 2025, diharapkan penyesuaian ini dapat meningkatkan pertumbuhan industri asuransi di tahun mendatang. Togar optimis bahwa akan ada kenaikan di sektor pendapatan karena banyaknya penjualan produk unit link.
Secara keseluruhan, regulasi yang baru saja dirilis OJK mencerminkan upaya untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih stabil dan responsif bagi industri perasuransian di Indonesia. Dengan adanya keterlibatan dari berbagai pihak, termasuk asosiasi, OJK optimis bahwa langkah-langkah ini akan mendukung pertumbuhan jangka panjang dan memberi perlindungan yang lebih baik bagi konsumen asuransi.