Bisnis

Modal Jadi Tantangan Utama Bisnis Bank Emas, Kata Asosiasi Multifinance

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengungkapkan bahwa tantangan utama bagi perusahaan pembiayaan dalam merambah bisnis bank emas adalah persyaratan modal yang sangat tinggi. Menurut Suwandi Wiratno, Ketua APPI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan ketentuan modal minimal yang sulit dijangkau bagi banyak perusahaan multifinance, yakni sebesar Rp14 triliun.

Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 ini memang menjadi rintangan besar bagi pelaku usaha yang ingin terlibat dalam kegiatan usaha bulion, yang merupakan aktivitas baru di Indonesia. Aturan tersebut mewajibkan lembaga jasa keuangan (LJK) yang ingin menjalankan usaha ini untuk memiliki ekuitas minimum yang signifikan, yang dapat mempersulit percepatan ekspansi bisnis di sektor tersebut.

“Modal terlalu besar. Sepertinya susah [bagi multifinance] karena modal minimal harus Rp14 triliun,” ungkap Suwandi dalam sebuah wawancara. Ia menambahkan bahwa persepsi para pelaku industri mengenai tinggi dan sulitnya akses modal ini memberikan sinyal kesulitan bagi multifinance untuk memasuki bisnis yang masih tergolong anyar tersebut.

Saat ini, PT Pegadaian menjadi satu-satunya LJK yang telah mendapatkan izin untuk berkecimpung dalam usaha bulion. Sementara itu, dari sisi ekosistem, pemerintah dan OJK sedang berupaya membangun dan menyempurnakan pengaturan yang mengatur kegiatan ini. Menariknya, meskipun tantangan modal yang tinggi, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan OJK, Ahmad Nasrullah, menyatakan bahwa prospek bisnis bank emas memiliki potensi besar di masa depan.

Ahmad menjelaskan bahwa kesulitan memahami potensi pasar adalah hal yang wajar, bahkan untuk bank besar seperti Bank Central Asia (BCA). "Sekelas Pak Jahja [Presiden Direktur BCA Jahja Setyaatmadja] saja, banker, masih ragu kan, bicara [mempertimbangkan] spread, bicara demand ada atau tidak," jelasnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman pasar dan risiko yang terlibat masih menjadi perhatian utama bagi para pelaku industri.

Lalu, apa saja tantangan yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan dalam menanggapi peluang usaha bulion? Berikut adalah beberapa poin penting:

  1. Modal Minimum Tinggi: Ketentuan OJK yang menetapkan modal minimum sebesar Rp14 triliun menjadi penghalang signifikan bagi banyak perusahaan multifinance.
  2. Risiko Bisnis yang Besar: OJK mengakui bahwa bisnis ini memiliki potensi risiko yang sangat besar, sehingga memerlukan kekuatan modal yang memadai.
  3. Keterbatasan Pendidikan Pasar: Belum adanya edukasi dan pemahaman yang cukup di pasar mengenai produk bulion dapat memperlambat adopsi oleh lembaga yang lebih kecil.
  4. Regulasi yang Masih Baru: Keberadaan POJK baru menyiratkan bahwa industri ini masih dalam proses pengembangan, menciptakan ketidakpastian bagi para pelaku usaha.
  5. Persaingan dengan LJK Besar: LJK besar yang sudah mapan, seperti bank-bank negara dan BCA, menciptakan tantangan tambahan bagi perusahaan pembiayaan dalam bersaing di pasar baru ini.

Meskipun ada banyak tantangan yang harus dihadapi, OJK tetap optimis bahwa banyak LJK yang berminat untuk berpartisipasi dalam usaha bulion. Dari sisi kemampuan modal, OJK menilai lembaga perbankan adalah yang paling mampu menjalankan kegiatan usaha ini.

Dengan demikian, meskipun banyak kendala, pergerakan menuju pengembangan bisnis bank emas di Indonesia diharapkan dapat dilakukan dengan hati-hati, mengingat potensi besar yang ada di balik bisnis bulion ini. Sebagai suatu inovasi baru, ketersediaan modal dan pemahaman risiko akan menjadi kunci bagi keberhasilan dan keberlanjutan usaha tersebut di masa depan.

Hendrawan adalah penulis di situs spadanews.id. Spada News adalah portal berita yang menghadirkan berbagai informasi terbaru lintas kategori dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button