
Minyak mentah mengalami kenaikan yang signifikan pada hari Jumat, menjelang akhir pekan dengan prospek kenaikan mingguan, didukung oleh harapan permintaan yang kuat dari Amerika Serikat serta kekhawatiran terhadap gangguan pasokan dari Rusia. Menurut laporan terbaru, harga minyak Brent naik 16 sen atau 0,2% menjadi $76,64 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 17 sen atau 0,2% menjadi $72,65 per barel. Kedua patokan harga ini diperkirakan akan mencatat kenaikan sekitar 3% untuk pekan ini.
Penurunan inventaris gasoline dan distillate di AS menjadi salah satu faktor pendorong utama. Badan Energi Informasi AS melaporkan bahwa meskipun stok minyak mentah meningkat, persediaan gasoline dan distillate mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan ini dipicu oleh pemeliharaan musiman di kilang-kilang yang mengakibatkan pengolahan yang lebih rendah.
“Penurunan stok gasoline dan distillate di AS, bersama dengan kekhawatiran akan ketatnya pasokan di Rusia, menjadi pendorong harga minyak saat ini,” ungkap Toshitaka Tazawa, seorang analis di Fujitomi Securities. Harapan akan potensi kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina juga turut memengaruhi pasar, meskipun saat ini harapan tersebut mulai memudar akibat sikap Ukraina yang semakin tegas.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam minggu ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap langkah-langkah yang diambil oleh AS dan Rusia untuk merundingkan kesepakatan damai tanpa melibatkan Kyiv. Ia mengkritik pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyalahkan Ukraina sebagai penyebab konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun dengan Rusia. Namun, setelah pertemuan dengan utusan Trump terkait konflik Ukraina, Zelenskiy menyatakan bahwa Ukraina siap berkolaborasi untuk mencapai kesepakatan yang kokoh mengenai investasi dan keamanan bersama AS.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam wawancara dengan Bloomberg Television mengisyaratkan bahwa Rusia mungkin akan mendapatkan keringanan dari sanksi AS jika negara tersebut menunjukkan kesediaan untuk merundingkan akhir dari perang di Ukraina. Namun, situasi geografis dan politik memberikan tantangan tersendiri terhadap prospek tersebut.
Di sisi lain, gangguan pada pasokan minyak tetap menjadi tantangan yang berkelanjutan, terutama setelah Rusia mengonfirmasi bahwa aliran minyak dari Caspian Pipeline Consortium—jalur utama untuk ekspor minyak dari Kazakhstan—berkurang 30% hingga 40% akibat serangan drone Ukraina pada sebuah stasiun pompa. Meski demikian, Kazakhstan mencatatkan tingkat produksi minyak tertinggi meskipun mengalami kerusakan pada jalur ekspor utamanya melalui Rusia. Sumber industri mengindikasikan bahwa pencapaian ini patut diperhatikan, mengingat peningkatan output biasanya harus disesuaikan dengan kapasitas jalur ekspor.
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi pasar minyak saat ini meliputi:
- Permintaan yang Kuat: Penurunan stok gasoline dan distillate di AS menunjukkan adanya permintaan yang tetap tinggi.
- Kekhawatiran Pasokan: Gangguan pasokan dari Rusia akibat ketegangan yang sedang berlangsung.
- Harapan Kesepakatan Damai: Ketegangan politik antara Rusia dan Ukraina yang memengaruhi ekspektasi pelonggaran sanksi.
- Pencapaian Kazakhstan: Rekor produksi minyak di Kazakhstan meski jalur ekspor terganggu.
Dengan perkembangan ini, pasar minyak diperkirakan akan terus berfluktuasi seiring dengan kondisi politik yang tidak menentu dan pergerakan permintaan yang dinamis di tingkat internasional. Investor dan analis menantikan respons lebih lanjut dari Rusia dan Ukraina yang dapat mempengaruhi arah harga minyak ke depan.