Teknologi nuklir telah muncul sebagai salah satu inovasi penting dalam dunia medis, khususnya dalam pengobatan kanker. Dengan pemanfaatan yang tepat, teknologi ini menawarkan cara yang lebih akurat dan efektif dalam mendeteksi dan mengobati penyakit mematikan ini. Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia (PKN-TMI), Yustia Tuti, menegaskan pentingnya teknologi nuklir dalam bidang kesehatan dan bagaimana radiofarmaka berperan di dalamnya.
Teknologi nuklir di bidang kesehatan melibatkan penerapan ilmu pengetahuan dan teknik yang menggunakan energi atau bahan dari reaksi nuklir. Dalam konteks ini, radiofarmaka—senyawa kimia yang mengandung inti atom radioaktif—digunakan untuk diagnosis dan pengobatan kanker. Proses ini tidak hanya menambah akurasi deteksi kanker, tetapi juga menjanjikan pendekatan yang lebih aman bagi pasien.
Pemanfaatan radiofarmaka seperti F18-Fluorodeoxyglucose (FDG) dalam Positron Emission Tomography (PET Scan) dan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) merupakan contoh nyata dari teknologi ini. F18-FDG, analog glukosa yang mengandung isotop radioaktif Fluor-18, memiliki kemampuan untuk menargetkan sel kanker yang memiliki metabolisme tinggi. Sel-sel kanker lebih banyak menyerap FDG dibandingkan dengan sel normal, hal ini memungkinkan PET Scan untuk mendeteksi keberadaan dan penyebaran kanker dengan akurasi yang sangat tinggi.
Dalam penjelasannya, Dokter Yustia menyatakan, “Penyerapan F18-FDG yang lebih tinggi pada sel kanker memungkinkan PET Scan memberikan gambaran yang sangat akurat tentang lokasi dan tingkat penyebaran kanker.” Prosedur ini dilakukan dengan dosis radiasi yang terukur, mematuhi prinsip-prinsip keselamatan yang ketat untuk memastikan perlindungan pasien.
Ada tiga prinsip dasar keselamatan radiasi yang ditegaskan oleh Yustia dalam pelaksanaan PET Scan:
- Justifikasi: Manfaat dari prosedur harus lebih besar daripada risiko yang mungkin timbul.
- Optimasi: Penggunaan dosis yang terukur, tanpa mengurangi kualitas diagnostik.
- Pemantauan: Pencatatan dosis radiasi secara ketat untuk menjamin keamanan pasien.
Meskipun penggunaan teknologi nuklir dalam pengobatan kanker menjanjikan banyak keuntungan, perkembangan kedokteran nuklir di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara maju di Asia. Yustia menekankan pentingnya investasi dan pengembangan fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas.
Salah satu contoh komitmen dalam pengembangan teknologi ini adalah inisiatif dari Kalbe, yang menunjukkan dedikasinya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap radioisotop dan radiofarmaka, khususnya F18-FDG. Ini bukan hanya sekadar langkah untuk meningkatkan layanan kesehatan, tetapi juga memperkuat upaya deteksi dini kanker.
Perkembangan teknologi nuklir dalam dunia kesehatan, khususnya dalam deteksi dini kanker, menawarkan harapan baru bagi pasien. Dengan kombinasi antara keakuratan dan keselamatan, teknologi canggih ini menjadi alat yang esensial dalam memerangi kanker. Penelitian dan pengembangan lebih lanjut dalam bidang ini diharapkan dapat mempercepat adopsi teknologi yang lebih baik dan menjangkau lebih banyak pasien, memastikan bahwa deteksi dan pengobatan kanker tidak hanya lebih akurat, tetapi juga lebih terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Ke depan, penting bagi sektor kesehatan dan pemerintah untuk mendorong pengembangan teknologi nuklir ini sebagai bagian dari strategi nasional untuk penanggulangan kanker. Dengan kolaborasi antara ahli medis, peneliti, dan lembaga kesehatan, diharapkan Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan memberikan layanan kesehatan yang lebih baik untuk masyarakat.