
Band Sukatani baru-baru ini mencuri perhatian publik setelah permintaan maafnya kepada Polri terkait lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar.” Lagu yang diciptakan pada tahun 2023 ini sempat menjadi viral di media sosial, memicu reaksi berbagai kalangan. Keberadaan lagu ini dalam ranah publik menyoroti isu kebebasan berekspresi dan kritik terhadap institusi.
Sukatani terdiri dari dua personel, yaitu Muhammad Syifa Al Lutfi yang berperan sebagai gitaris dan Novi Citra Indriyati, yang tampil sebagai vokalis dengan nama panggung Twister Angel. Dalam pernyataan yang diunggah di akun Instagram mereka, Sukatani menyatakan, “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum polisi yang melanggar peraturan. Melalui pernyataan ini, saya menarik dan mencabut lagi ciptaan kami yang berjudul Bayar, Bayar, Bayar, lirik lagu Bayar Polisi.” Pernyataan ini disampaikan pada 21 Februari 2025 dan langsung menimbulkan kemarahan di kalangan pengguna media sosial.
Meskipun sebelumnya lagu “Bayar Bayar Bayar” tidak begitu dikenal, kejadian penarikan lagu ini berhasil membuatnya menjadi bahan perbincangan hangat. Langkah pencabutan lagu oleh band Sukatani menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satunya, Direktur Eksekutif Imparsial, Usman Hamid, menyatakan keprihatinannya atas peristiwa penghapusan karya seni dari ruang publik. Menurutnya, karya seni adalah bentuk ekspresi sah dan harus dilindungi sebagai hak asasi manusia yang diakui secara internasional.
Usman menambahkan bahwa karya seni seharusnya berfungsi sebagai kritik terhadap masyarakat. Ia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengambil tindakan terhadap dugaan tekanan yang dialami band Sukatani. Dalam pandangannya, permohonan maaf yang dibuat dengan menutupi wajah khas mereka menunjukkan adanya tekanan dari pihak luar. “Kapolri harus segera memberikan koreksi yang serius dan menegaskan bahwa kritik, dari mana pun datangnya, harus diterima sebagai pembelajaran,” ungkapnya.
Sementara itu, media sosial dipenuhi dengan berbagai tanggapan atas pernyataan dan aksi band Sukatani. Banyak pengguna yang mengaku terkejut dengan keputusan mereka untuk menarik lagu tersebut, yang menurut mereka merupakan bentuk perlindungan terhadap hak kebebasan berpendapat. Usman merekomendasikan agar Kapolri mengundang band Sukatani ke Markas Besar Polri untuk berdialog dan mempromosikan pemahaman tentang kritik yang disampaikan melalui lagu tersebut.
Sebagai catatan, lagu “Bayar Bayar Bayar” merupakan bagian dari album “Gelap Gempita” dan berfungsi sebagai sarana kritik sosial terhadap oknum-oknum di institusi kepolisian. Meskipun lagu ini ditarik dari semua platform musik digital, tindakan tersebut justru membuatnya semakin dikenal oleh masyarakat luas. Banyak yang berpendapat bahwa upaya pemerintah untuk membungkam kritik melalui media seni hanya akan memperkuat posisi kritik itu sendiri.
Sukatani sebagai band punk asal Purbalingga membawa suara yang mencerminkan kepedulian terhadap isu-isu sosial. Banyak pengamat budaya yang berharap bahwa ketidakpuasan terhadap pelanggaran hak kesenian ini akan memicu lebih banyak diskusi tentang kebebasan berpendapat di Indonesia. Dalam situasi yang sarat dengan ketegangan sosial saat ini, karya seni menawarkan cara untuk mengemukakan pendapat dan menjadi bagian dari dialog publik.
Lagu “Bayar Bayar Bayar” dan cerita di baliknya memberi gambaran jelas mengenai tantangan yang dihadapi seniman dalam menyuarakan pendapat di tengah tekanan dari otoritas. Kejadian ini juga menunjukkan pentingnya menghargai karya seni sebagai bentuk ekspresi dan refleksi dari masyarakat yang berani berbicara. Karya seperti ini, meski mungkin kontroversial, adalah bagian integral dari kebudayaan dan harus tetap diperjuangkan keberadaannya dalam ruang publik.