Kabar Buruk Pensiunan Jiwasraya: Manfaat Hanya 50% yang Dibayar!

Kabar buruk tengah menghampiri pensiunan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), di mana manfaat pensiun mereka berpotensi hanya dibayarkan sebesar 50%. Hal ini terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, di mana Wakil Ketua Komisi, Andre Rosiade, mengkonfirmasi bahwa kondisi keuangan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya tidak memungkinkan untuk membayar seluruh manfaat pensiun pesertanya. Sampai akhir tahun 2023, DPPK Jiwasraya tercatat mengalami defisit sebesar Rp371,79 miliar.

Ancamannya adalah bahwa PT Asuransi Jiwasraya akan dibubarkan pada akhir tahun ini. Andre menyatakan bahwa setelah pembubaran, aset perusahaan akan dilikuidasi untuk membayar manfaat pensiun peserta DPPK Jiwasraya. “Urusan Jiwasraya kita tahu, mau bubar akhir tahun ini. Pembayaran manfaat pensiun kemungkinan besar tetap ada, namun hanya 50%,” kata Andre.

Andre menegaskan bahwa pemerintah akan menjamin hak-hak pensiunan Jiwasraya, tetapi besaran yang diterima kemungkinan besar tidak akan sesuai harapan mereka. Penghitungan ulang terhadap kekurangan dana yang dibutuhkan untuk membayar manfaat pensiun peserta DPPK Jiwasraya diminta dilakukan oleh Jiwasraya sebagai langkah preventif.

Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, Lutfi Rizal, mengungkapkan bahwa perusahaan telah menambah dana sebesar Rp132 miliar kepada DPPK Jiwasraya, yang membuat rasio solvabilitas meningkat dari 4,7% menjadi 32,9%. Meskipun terdapat penambahan dana, Lutfi mengakui bahwa manfaat pensiun yang dapat diberikan tetap berada di bawah ketentuan karena keterbatasan dana.

Bagi pensiunan yang menunggu kepastian tersebut, situasi ini sangat menyedihkan. Dari total utang yang mencapai Rp371 miliar, ekspektasi pihak pensiunan adalah untuk mendapatkan hak mereka. Menurut De Yong Adrian, mantan Direktur Pemasaran yang kini menjabat Ketua Perkumpulan Pensiunan Jiwasraya (PPJ) Pusat, utang tersebut mencakup hak bagi 2.308 pensiunan pekerja Jiwasraya di seluruh Indonesia, yang berarti ada sekitar 7.000 orang yang tergantung pada dana pensiun ini.

Beberapa sejumlah keluhan dan tuntutan telah disampaikan. De Yong menyebutkan bahwa Jiwasraya sebelumnya sempat berjanji akan membayarkan utangnya sebesar Rp132 miliar dengan cara mencicil. Namun hingga saat ini, pencairan tersebut belum terjadi, dan utang itu justru terus menumpuk menjadi Rp371 miliar.

Sementara itu, Pembina Persatuan Pensiunan Jiwasraya, Asmir, menjelaskan bahwa tuntutan mereka untuk pembayaran utang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) Pasal 184 ayat (1). Pasal tersebut menjelaskan bahwa sebelum proses likuidasi dana pensiun selesai, pemberi kerja tetap bertanggung jawab atas iuran yang terutang.

Di tengah ketidakpastian ini, Asmir menegaskan perlunya komitmen dari pemerintah dan perusahaan untuk memenuhi kewajiban mereka. “Kami mendengar bahwa kami mungkin tidak akan dibayar, hanya akan diberikan apa adanya. Sekarang dananya hanya ada Rp30 miliar, sedangkan utangnya Rp371 miliar,” ungkap Asmir.

Situasi ini jelas menambah beban emosional bagi banyak pensiunan yang kini sudah dalam tahap menikmati masa pensiun mereka. Selain dampak finansial yang langsung, ketidakpastian tentang masa depan dana pensiun mereka menciptakan kecemasan yang mendalam. Dengan potensi hanya menerima setengah dari yang seharusnya menjadi hak mereka, pensiunan Jiwasraya berada dalam kondisi yang sangat sulit.

Komite BUMN dan pihak terkait harus segera bertindak untuk menyelamatkan situasi ini demi kepentingan para pensiunan yang telah mengabdikan waktu dan usaha mereka untuk perusahaan. Waktu semakin mendesak menjelang pembubaran Jiwasraya, dan hanya ada sedikit harapan tersisa bahwa pensiunan akan memperoleh hak-hak mereka secara utuh.

Berita Terkait

Back to top button