Januari 2025 Cetak Rekor Sebagai Bulan Terpanas Sejarah!

Para ilmuwan iklim mengumumkan bahwa bulan Januari 2025 telah mencetak rekor sebagai bulan terpanas yang pernah tercatat. Menurut data terbaru, suhu udara permukaan global rata-rata mencapai 55,81 derajat Fahrenheit (13,23 derajat Celsius). Rekor ini melampaui suhu Januari tahun lalu yang tercatat sebesar 55,65 derajat Fahrenheit (13,14 derajat Celsius). Meskipun ada pola iklim dingin yang mulai muncul di Pasifik dan sebagian wilayah Amerika Serikat mengalami suhu dingin yang memecahkan rekor, kondisi ini tidak menghentikan laju pemanasan global.

Peningkatan suhu pada Januari 2025 ini merupakan kelanjutan dari tren pemanasan global yang mengkhawatirkan. Tahun 2024 juga tercatat sebagai tahun terpanas yang pernah ada, dengan suhu rata-rata tahunan yang lebih dari 2,7 derajat Fahrenheit (1,5 derajat Celsius) di atas tingkat suhu pra-industri, sesuai catatan antara tahun 1850 dan 1900. Hal ini mengindikasikan bahwa bumi semakin mendekati batas aman yang telah disepakati dalam Perjanjian Paris 2015, di mana para pemimpin dunia berkomitmen untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2,7 derajat Fahrenheit dan jauh di bawah 3,6 derajat Fahrenheit.

Samantha Burgess, pemimpin strategis iklim di Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, menjelaskan bahwa meskipun La Niña, fase dingin dari siklus El Niño-Osilasi Selatan, sedang terjadi, suhu global tetap menunjukkan peningkatan yang signifikan. “Januari 2025 adalah bulan yang mengejutkan, melanjutkan rekor suhu yang diamati selama dua tahun terakhir, meskipun ada efek pendinginan sementara yang dihasilkan dari kondisi La Niña,” ujarnya.

Berikut adalah beberapa fakta menarik mengenai suhu bulan Januari 2025:

1. Suhu rata-rata 55,81 derajat Fahrenheit (13,23 derajat Celsius) merupakan rekor tertinggi untuk bulan Januari.
2. Kondisi La Niña yang terjadi saat ini lebih lemah dan terjadi lebih lambat dari yang diperkirakan para ilmuwan.
3. Suhu yang tinggi di bulan Januari ini terjadi di tengah cuaca ekstrem yang berbeda di seluruh dunia.

Suhu yang lebih hangat di wilayah tertentu juga menciptakan kontradiksi dengan kondisi dingin di area lain. Di Amerika Serikat, suhu cenderung lebih rendah dari rata-rata, dengan salju petir melanda pantai timur dan barat tengah. Selain itu, badai salju bersejarah juga menghantam bagian selatan dan pantai Teluk. Namun, California Selatan mengalami kondisi kering yang berkontribusi terhadap kebakaran hutan, sementara tempat-tempat seperti Minnesota mencatatkan suhu panas yang memecahkan rekor. Di utara, Alaska mengalami suhu yang 5 derajat Fahrenheit (2,8 derajat Celsius) lebih tinggi dari rata-rata.

Di belahan dunia lain, Australia mengalami gelombang panas yang ekstrem, sementara sebagian besar kawasan di Amerika Selatan, Afrika, Antartika, Siberia, dan Eropa mencatatkan suhu di atas rata-rata. Pemanasan global ini, sebagian besar disebabkan oleh pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer akibat aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, memicu berbagai masalah serius.

Dampak dari perubahan iklim ini sangat luas, mengancam miliaran orang melalui berbagai cara. Antara lain, perubahan iklim dapat menyebabkan cuaca ekstrem seperti kebakaran hutan, kenaikan permukaan air laut yang mengancam kawasan pesisir, serta mengeringnya lahan pertanian yang dapat membahayakan ketahanan pangan. Tidak hanya itu, perubahan iklim yang tidak terkendali juga berpotensi menyebabkan kepunahan berbagai spesies.

Dengan meningkatnya suhu global dan semakin seringnya cuaca ekstrem, tantangan besar dihadapi oleh komunitas internasional. Upaya untuk membatasi pemanasan global dan mengurangi emisi gas rumah kaca harus segera diintensifkan agar dampak negatif perubahan iklim dapat diminimalisir.

Exit mobile version