Ilmuwan Ciptakan Tikus Berbulu Tebal Mirip Mammoth Rabel!

Para ilmuwan dari perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences baru-baru ini mengumumkan keberhasilan mereka dalam rekayasa genetika, menciptakan tikus dengan bulu panjang dan tebal yang menyerupai mamut berbulu lebat yang telah punah. Meskipun mamut berbulu lebat terakhir kali terlihat sekitar 4.000 tahun yang lalu, upaya terbaru ini memperlihatkan kemajuan signifikan dalam teknologi pemrograman DNA.

Pada hari Selasa, Colossal merilis informasi bahwa mereka telah berhasil mengedit tujuh gen dalam embrio tikus, menghasilkan apa yang mereka sebut “tikusbulu Colossal.” Penelitian ini masih harus melewati proses peer-review dan belum dipublikasikan di jurnal ilmiah. Namun, langkah awal ini telah menarik perhatian dan kontroversi di kalangan komunitas ilmiah.

Proyek ini merupakan salah satu bagian dari ambisi Colossal untuk tidak hanya menghidupkan kembali mamut berbulu, tetapi juga spesies lain seperti burung dodo. Menurut CEO Colossal, Ben Lamm, tujuan mereka adalah untuk memahami dan mereproduksi sifat-sifat kunci dari hewan yang telah punah melalui analisis DNA kuno. "Kami berusaha untuk ‘merekayasa mereka ke dalam hewan hidup’," jelasnya.

Inovasi ini tidak lepas dari kemajuan teknologi pemrograman gen, khususnya metode CRISPR yang memungkinkan efisiensi lebih dalam mengedit gen. Vincent Lynch, seorang biolog dari Universitas Buffalo, menilai bahwa pencapaian ini secara teknologi cukup mengesankan. "Mengedit gen pada tikus bukanlah hal baru, tetapi teknologi terbaru membuat proses ini jauh lebih efisien dan mudah," ungkapnya.

Berikut adalah langkah-langkah yang diambil Colossal dalam proyek ini:

  1. Identifikasi Gen: Tim ilmuwan meneliti basis data gen tikus untuk menemukan gen yang berkaitan dengan tekstur bulu dan metabolisme lemak.
  2. Pengeditan Genetik: Tujuh gen yang terpilih ini kemudian dimodifikasi dalam embrio tikus untuk menciptakan versi dengan bulu tebal.
  3. Fokus pada Daya Tahan Dingin: Karakteristik yang ditargetkan diyakini terkait dengan toleransi terhadap suhu dingin, sebuah kemampuan yang pasti dimiliki mamut untuk bertahan hidup di lingkungan Arktik.

Setelah berhasil pada tikus, Colossal berencana untuk melanjutkan penelitian lebih lanjut pada embrio gajah Asia, yang merupakan kerabat terdekat mamut berbulu. Namun, para ahli menyatakan bahwa proses ini akan dihadapkan pada banyak regulasi, mengingat status gajah Asia yang terancam punah.

Sementara itu, pandangan skeptis terhadap proyek de-extinction makin berkembang. Christopher Preston, seorang ahli lingkungan dari Universitas Montana, berpendapat, "Anda tidak benar-benar menghidupkan kembali sesuatu; Anda tidak membawa kembali masa lalu yang kuno." Kritikan ini mencerminkan keraguan bahwa upaya untuk memodifikasi hewan yang ada, dalam hal ini gajah Asia, sama sekali tidak sama dengan mengembalikan mamut berbulu yang asli.

Meskipun demikian, kemajuan dalam pengeditan genetik dapat memiliki aplikasi lain yang bermanfaat, seperti konservasi dan pertanian hewan. Beberapa ilmuwan, seperti Bhanu Telugu dari Universitas Missouri, menilai bahwa teknologi yang digunakan Colossal dapat membantu dalam memerangi penyakit di masa depan.

Pendanaan yang diterima Colossal pun cukup mengesankan, telah mengumpulkan lebih dari $400 juta untuk mendukung penelitian dan pengembangannya. Lamm menekankan bahwa peningkatan dalam teknologi genetik ini adalah bagian dari rencana bisnis mereka yang lebih luas, termasuk menciptakan perusahaan-perusahaan di bidang kesehatan.

Ketika para ilmuwan terus menjelajahi kemungkinan menyalakan kembali spesies yang telah punah melalui teknik-teknik canggih ini, akan menarik untuk melihat dampaknya terhadap konservasi dan biorisiko di masa depan. Inovasi ini memberikan harapan baru di ruang lingkup ilmu pengetahuan, namun juga memunculkan pertanyaan etis yang perlu dijawab seiring berjalannya waktu.

Berita Terkait

Back to top button