Iguana, atau kadal besar yang dikenal dengan kemampuan bertahan hidup di habitat yang keras, kini menarik perhatian ilmuwan setelah sebuah penelitian terbaru mengungkap perjalanan luar biasa mereka yang berlangsung sekitar 34 juta tahun yang lalu. Para peneliti menemukan bahwa nenek moyang iguana modern melakukan perjalanan sejauh hampir 5.000 mil (8.000 kilometer) dari pantai barat Amerika Utara ke Fiji. Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Simon Scarpetta, seorang profesor di Universitas San Francisco, dan telah dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Eksplorasi mengenai bagaimana iguana mencapai pulau-pulau terpencil di Fiji telah menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan selama beberapa dekade. Sebelumnya, terdapat beberapa teori terkait asal-usul iguana Fiji. Beberapa di antaranya menyatakan bahwa spesies iguana yang punah melakukan perjalanan dengan mengapung dari Amerika Nyata, sementara yang lain mengusulkan bahwa iguana beremigrasi melalui daratan dari Asia atau Australia. Penelitian ini memberikan kejelasan baru dan mendukung ide bahwa iguana melakukan perjalanan melalui "rafting" menggunakan vegetasi yang mengapung, seperti pohon-pohon atau tanaman yang terangkat.
Data genetik yang dikumpulkan oleh tim Scarpetta menunjukkan bahwa iguana Fiji memiliki kerabat terdekat yaitu Dipsosaurus, yang merupakan iguana gurun yang berasal dari bagian barat daya Amerika Serikat dan Meksiko utara. Tidak adanya fosil iguana gurun di tempat lain mendukung teori bahwa nenek moyang iguana fii berasal dari Amerika Utara.
Beberapa poin penting mengenai penelitian ini adalah:
- Penggunaan Genetika: Penelitian ini menganalisis gen dari 14 spesies iguana hidup untuk melacak asal-usul iguana Fiji.
- Waktu Perjalanan: Penelitian menunjukkan bahwa iguana mungkin memisahkan diri dari nenek moyang mereka antara 34 hingga 30 juta tahun yang lalu, pada saat yang bersamaan dengan terbentuknya kepulauan Fiji.
- Kemampuan Bertahan Hidup: Iguana memiliki kemampuan luar biasa untuk bertahan dalam perjalanan panjang di lautan. Dikenal sebagai hewan ektotermik, iguana tidak memerlukan banyak makanan karena mereka dapat bertahan hidup dengan baik dalam kondisi ekstrem.
Scarpetta berpendapat bahwa fenomena ini menggambarkan apa yang dikenal sebagai dispersal "sweepstakes", di mana spesies-spesies dapat menjangkau daerah-daerah yang sebelumnya tidak dapat diakses akibat peristiwa cuaca besar, seperti badai atau banjir, yang dapat menggeser vegetasi dan membawa hewan bersamanya.
Walaupun perjalanan lintas lautan selama berbulan-bulan ini terdengar tidak mungkin, iguana sepertinya sangat siap untuk menghadapi tantangan tersebut. Menurut Dr. McGuire, iguana dapat bertahan dari kekurangan makanan dengan memanfaatkan vegetasi yang mengapung di sekitarnya selama perjalanan mereka. Proses ini kemungkinan berlangsung antara dua setengah hingga empat bulan, jauh lebih singkat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Sebagai penutup, peneliti berharap bahwa pemahaman mengenai jenis dispersal ini akan membuka wawasan baru tentang bagaimana spesies lain dapat menjajah wilayah yang terasing dari waktu ke waktu. Hal ini penting dalam memahami biodiversitas spesies di kepulauan di seluruh dunia. Penelitian mengenai perjalanan hebat iguana ini menunjukkan betapa menawannya keanekaragaman hayati dan petualangan yang ditempuh oleh spesies di bumi kita.