
Namibia berduka atas kehilangan Sam Nujoma, yang dianggap sebagai “raksasa di antara para pemimpin” dan merupakan bapak pendiri negara, demikian ungkapan Presiden Nangolo Mbumba saat memberikan sambutan di depan ribuan orang yang hadir di Heroes’ Acre, lokasi pemakaman untuk warga negara yang paling dihormati. Nujoma, yang memimpin perjuangan kemerdekaan Namibia dari penjajahan apartheid Afrika Selatan, meninggal dunia pada usia 95 tahun bulan lalu. Kepergiannya menandai akhir dari sebuah era bagi benua Afrika, sebagai generasi terakhir para tokoh yang memimpin gerakan anti-kolonial dan memperjuangkan kebebasan.
Dalam pidato di acara pemakaman, Mbumba menyatakan bahwa perpisahan dengan Nujoma bukan hanya berduka, melainkan juga merayakan kontribusi luar biasa yang telah dilakukannya bagi kemerdekaan negara. “Dia telah meninggalkan hadiah paling berharga, yaitu kebebasan,” ujarnya. Ucapan tersebut mencerminkan rasa terima kasih dan penghormatan dari rakyat Namibia kepada seorang pemimpin yang berjuang keras untuk membebaskan negara dari belenggu kolonialisme.
Upacara pemakaman ini berlangsung dengan khidmat, di mana peti mati Nujoma yang dibalut bendera Namibia dibawa menggunakan kereta senjata militer dari pusat ibu kota, Windhoek. Sejak pagi hari, para pelayat sudah berdatangan, membawa bendera serta menyanyikan lagu-lagu dalam rangka mengenang sosok pemimpin tersebut. Salah satu lagu yang dinyanyikan adalah “Sam Ouli Peni?”, sebuah lagu yang populer setelah kemerdekaan pada tahun 1990.
Dalam sebuah pencapaian bersejarah, hadir juga para pemimpin dari negara-negara tetangga, seperti Angola, Afrika Selatan, dan Zimbabwe, menunjukkan betapa besar pengaruh Nujoma di kawasan tersebut. Ia lahir dalam keluarga petani sebagai anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara dan memulai karier politiknya saat bekerja di jalur kereta api pada akhir tahun 1940-an. Ketertarikan terhadap politik membuatnya berjuang untuk mengakhiri ketidakadilan dan penghinaan akibat kolonialisme.
Mujoma mendirikan gerakan pembebasan yang dikenal sebagai South West Africa People’s Organisation (Swapo) pada tahun 1960-an dan memimpin perjuangan panjang melawan penjajahan Afrika Selatan yang saat itu dikuasai oleh minoritas kulit putih. Ia menjadi presiden pertama Namibia dan menjabat selama 15 tahun hingga tahun 2005, di mana ia banyak dipuji atas upayanya menjaga perdamaian dan stabilitas di negara tersebut. Kebijakan rekonsiliasinya mengajak komunitas kulit putih untuk tetap berperan dalam pembangunan ekonomi, yang hingga sekarang terbukti berdampak signifikan,
Adapun berbagai kontribusi sosial juga tampak dalam kebijakan yang ditetapkannya selama menjadi presiden, antara lain perlindungan hak-hak wanita dan anak-anak. Ia memperkenalkan kebijakan yang mewajibkan para ayah untuk memberikan nafkah kepada anak-anak yang lahir di luar nikah, mencerminkan komitmennya terhadap kemaslahatan sosial.
Historisnya, Namibia dulunya dikenal sebagai Afrika Barat Daya, yang berada di bawah penjajahan Jerman sejak tahun 1884 hingga 1915, saat Jerman kehilangan koloni tersebut dalam Perang Dunia I. Setelah itu, negara tersebut berada di bawah aturan Afrika Selatan, yang menerapkan undang-undang rasis dan menolak hak politik bagi warga kulit hitam. Hal ini menyebabkan terjadinya perang gerilya untuk kemerdekaan yang pecah pada tahun 1966.
Dengan wafatnya Sam Nujoma, banyak yang merasa bahwa ketidakpastian masa depan dan tantangan baru menanti Namibia dan benua Afrika. Meskipun kedudukan Nujoma sebagai seorang tokoh mungkin tergantikan, jejak perjuangan dan semangatnya untuk kebebasan akan tetap menginspirasi generasi mendatang. Mesin sejarah akan terus berputar, namun warisan Nujoma sebagai pejuang kemerdekaan dan pemimpin besar tidak akan terlupakan oleh rakyat Namibia maupun oleh seluruh benua Afrika.