DEN: Pasar Obligasi Indonesia Aman Meski Kebijakan Trump Berubah

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Chatib Basri menyampaikan keyakinannya bahwa pasar obligasi Indonesia berada dalam posisi yang aman dari dampak negatif kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Dalam sebuah acara di Jakarta yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute (TYI) pada Minggu (13/4), Chatib mengatakan, “Efek terhadap bond market di Indonesia itu juga mungkin terbatas.”

Dalam penjelasannya, Chatib mencatat bahwa porsi kepemilikan asing di obligasi pemerintah Indonesia hanya mencapai 14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun seluruh investor asing mundur dari pasar obligasi, dampaknya terhadap ekonomi nasional tetap akan terbatas. “Meskipun seluruh investor asing pergi, efeknya relatif terbatas,” tambahnya.

Perbandingan dengan krisis keuangan sebelumnya, seperti pada tahun 2008, juga menjadi sorotan dalam penjelasan Chatib. Ia menyatakan bahwa kondisi krisis saat ini berbeda, di mana Indonesia masih mampu tumbuh sebesar 4,6 persen meskipun mengalami tekanan ekonomi yang signifikan saat itu. “Kondisi krisis saat ini jauh lebih ringan dibandingkan dengan krisis yang terjadi sebelumnya,” ujarnya.

Selain itu, Chatib menjelaskan tentang pengaruh kebijakan perdagangan Amerika Serikat terhadap sektor ekspor Indonesia. Ia mengatakan, kontribusi sektor ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hanya sekitar 22 persen, dan porsi ekspor ke AS sendiri hanya mencapai 10 persen. “Jadi, jika kita hitung, andil ekspor ke AS terhadap PDB hanya 2,2 persen,” ungkapnya. Dalam skenario terburuk yang mungkin terjadi akibat tarif resiprokal AS, dampak tersebut diperkirakan hanya akan mencapai 2,2 persen dari GDP.

Meskipun demikian, Chatib tidak menampik bahwa sektor industri yang berorientasi ekspor akan tetap merasakan dampak dari kebijakan Trump. “Industri yang terlibat dalam aktivitas ekspor pasti akan terkena dampak,” ucapnya.

Untuk menggantikan potensi kerugian akibat kebijakan tersebut, Pemerintah Indonesia mengimplementasikan sejumlah langkah strategis dalam rangka deregulasi. Langkah-langkah ini termasuk memotong biaya tinggi dalam produksi dan menghapus sejumlah privasi dalam proses impor dan tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Chatib mengungkapkan, “Jika kita bisa melakukan deregulasi untuk mengurangi biaya produksi, penurunan dampak dari kebijakan tersebut bisa sangat signifikan.”

Selanjutnya, berikut adalah beberapa langkah strategis yang dipandang mampu membantu memitigasi efek negatif pada sektor ekspor:

1. Deregulasi untuk memotong biaya produksi.
2. Penghapusan sejumlah regulasi impor.
3. Relaksasi dalam penentuan komponen dalam negeri (TKDN).

Dengan langkah-langkah ini, Chatib optimis bahwa pemulihan ekonomi diperkirakan akan lebih cepat dan stabil dibandingkan dengan kondisi krisis sebelumnya. Ia berharap, meskipun ada risiko dari kebijakan luar negeri, Indonesia akan mampu menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang positif.

Chatib dan anggota DEN lainnya terus memantau perkembangan kondisi global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik. Dalam pandangan mereka, stabilitas pasar obligasi dan penguatan sektor-sektor ekonomi lain yang tidak terlalu bergantung pada ekspor ke AS bisa menjadi kunci dalam menghadapi tantangan yang ada. Dengan komitmen dari pemerintah dan sektor swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk dalam mengatasi efek dari kebijakan luar negeri yang mungkin merugikan, diharapkan Indonesia tetap dapat mempertahankan kebijakannya demi kesehatan ekonomi jangka panjang.

Berita Terkait

Back to top button