
CEO Yamaha Motor Co, Yoshihiro Hidaka, terlibat dalam insiden mengerikan ketika putrinya, Hana Hidaka, menikamnya pada Senin (16/9) dini hari, di kediaman mereka di Iwata, Prefektur Shizouka, Jepang. Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 03.00 waktu setempat dan memunculkan perhatian luas di masyarakat.
Menurut laporan dari Kyodo News, Yoshihiro mengalami luka di bagian lengannya setelah serangan yang diduga dilakukan dengan menggunakan pisau dapur. Polizia setempat langsung mengamankan Hana, yang berusia 33 tahun, atas dugaan percobaan pembunuhan terhadap ayahnya yang berusia 61 tahun itu. Penangkapan ini dilakukan setelah Hana menghubungi polisi dan melaporkan tindakan kekerasan yang didapatnya dari sang ayah.
Sebagai latar belakang, Hana mengungkapkan melalui akun media sosialnya sebelum insiden bahwa ia sering menjadi korban kekerasan dari Yoshihiro. Dalam sebuah unggahan yang dibuat pada Minggu (15/9), ia mengaku telah ditampar enam kali dan ditindih oleh ayahnya. “Aku adalah putri dari CEO Yamaha Motor, Yoshihiro Hidaka. Ayahku menindihku dan menamparku 6 kali, juga menarik rambutku,” tulisnya di akun @ash242491.
Keberanian Hana untuk berbicara terbuka mengenai pengalamannya menunjukkan betapa seriusnya masalah kekerasan yang dialaminya. Ia juga mengungkapkan bahwa setelah pengalaman kekerasan tersebut, ia berusaha melarikan diri dan menghubungi polisi. “Aku berhasil kabur dan memanggil polisi, tapi mereka mencoba menyelesaikan masalah ini dengan tenang, jadi aku masih tinggal di rumah yang sama,” ujarnya. Hal ini menyoroti tantangan dalam sistem penegakan hukum yang bisa menyebabkan korban kekerasan merasa terjebak dalam situasi berbahaya.
Dokumen dari pihak kepolisian mencatat bahwa Hana menghubungi mereka untuk pertama kalinya pada malam sebelum kejadian, sekitar pukul 05.30 sore. Menjawab panggilan tersebut, polisi mendatangi lokasi tetapi tampaknya tidak mengambil langkah lebih lanjut yang dapat melindungi Hana dari kemungkinan serangan lebih lanjut.
Hana juga menyampaikan bahwa dia telah didiagnosis menderita gangguan bipolar dan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). “Aku didiagnosis dengan gangguan bipolar dan ADHD. Walaupun aku berusaha keras untuk bekerja, semuanya tidak berjalan dengan baik,” ungkapnya. Diagnosa ini bisa memberikan konteks lebih lanjut mengenai kehidupannya, serta hubungan yang rumit antara dia dan ayahnya yang merupakan sosok penting dalam industri otomotif.
Kasus ini menggugah perhatian publik dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai dinamika keluarga di kalangan mereka yang berada pada posisi kekuasaan dan tanggung jawab. Dalam masyarakat Jepang yang dikenal dengan norma-norma ketat tentang kehormatan keluarga, insiden ini mengguncang citra seorang CEO dari perusahaan besar seperti Yamaha Motor.
Dampak dari kejadian ini juga berpotensi membawa implikasi hukum yang serius tidak hanya bagi Hana yang ditahan, tetapi juga bagi Yoshihiro yang harus menghadapi kenyataan mengenai laporan kekerasan yang terjadi dalam keluarganya. Kasus ini membawa ke permukaan pentingnya perlindungan bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, serta perlunya dukungan yang tepat bagi mereka yang mengalami gangguan mental.
Dengan kejadian yang sangat merusak ini, banyak pihak berharap akan ada dialog terbuka mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta bagaimana keluarga dapat mendukung anggotanya yang berisiko mengalami situasi serupa. Perlunya penanganan yang lebih sensitif dan efektif dari pihak berwenang menjadi sorotan utama dalam menghadapi masalah kekerasan dalam rumah tangga di Jepang dan di seluruh dunia.