Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang saat ini berstatus non-aktif tetap dapat mencairkan manfaat dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri. Ketentuan ini merupakan bagian dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2025 yang mengatur beberapa perubahan atas PP 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP.
Indah menyebutkan bahwa meskipun peserta JKN tidak aktif, mereka tetap memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat tambahan dari JKP. "PP 6 menyaratkan mereka yang terdampak PHK dapat tambahan lebih JKP, syaratnya JKN tanpa melihat aktif tidaknya," kata Indah dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI. Ini tentu menjadi kabar baik bagi banyak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), karena dapat mengakses tunjangan yang dapat membantu mereka dalam masa transisi.
Untuk menyusun artikel ini, berikut adalah poin-poin penting tentang persyaratan dan manfaat JKP bagi peserta JKN non-aktif:
-
Keberlakuan JKN: Peserta JKN terdaftar tanpa memandang status aktif, baik itu peserta dari segmen Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), maupun penerima bantuan iuran (PBI).
-
Kenaikan Manfaat JKP: Manfaat JKP kini ditingkatkan menjadi 60% dari upah pekerja yang dibayarkan secara flat selama enam bulan. Pembaruan ini diharapkan dapat memberikan dukungan finansial yang lebih besar bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan.
-
Klaim yang Dibayarkan: Sejak Januari hingga September 2024, BPJS Ketenagakerjaan mencatat telah membayarkan klaim JKP sebesar Rp289,96 miliar, yang disalurkan kepada lebih dari 40.000 pekerja yang terkena PHK. Ini menandakan adanya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan pekerja yang terkena dampak PHK.
-
Potensi Peserta yang Terdampak: Menurut catatan Kementerian Ketenagakerjaan, sepanjang tahun 2024, terdapat sekitar 245.039 pekerja yang terkena PHK. Namun, Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyayangkan sejumlah peserta yang terdaftar pada program JKN tidak dapat mencairkan manfaat JKP karena keadaan ketidakaktifan mereka.
-
Perubahan dalam Kebijakan: Dalam PP 6/2025, ketentuan bahwa peserta JKN harus berasal dari PPU dihapus. Ini memungkinkan peserta dari segmen PBPU dan PBI juga dapat memenuhi syarat untuk JKP. Namun, tantangan tetap ada karena banyak peserta mandiri yang menunggak pembayaran premi.
-
Kendala dalam Implementasi: Timboel mengutarakan keprihatinannya mengenai jumlah peserta yang masih tertahan dalam kepesertaan. Sekitar 12 hingga 14 juta peserta diestimasi belum memenuhi syarat, dan ini jauh di bawah angka kepesertaan pada program Jaminan Hari Tua (JHT) dan jaminan lainnya.
- Beban Administratif: Penyesuaian dalam kebijakan ini juga mengharuskan Kementerian Ketenagakerjaan untuk merevisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 7/2021 agar sesuai dengan pemadanaan data peserta JKN agar proses pencairan manfaat bisa berjalan lebih efisien.
Meskipun banyak tantangan yang menghadang, perubahan dalam regulasi ini memberikan harapan baru bagi pekerja yang sedang berjuang untuk mendapatkan kembali stabilitas finansial pasca PHK. Kebijakan yang lebih inklusif dapat meningkatkan akses bagi semua segmen pekerja, baik yang aktif maupun non-aktif, dalam program JKP. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan rasa aman dan perlindungan sosial bagi tenaga kerja di Indonesia, terutama di masa ketidakpastian ekonomi yang ada saat ini.