
Bitcoin menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 12% dalam dua minggu menjelang 22 April, berdiri kokoh di tengah kekhawatiran ekonomi global yang semakin meningkat, khususnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China. Meskipun AS mengenakan tarif hingga 125% kepada China, dan China membalas dengan tarif serupa, Bitcoin tampaknya tidak terpengaruh oleh pertikaian perdagangan tersebut. Banyak analis mulai mengamati bahwa perilaku Bitcoin semakin menyerupai emas, dibandingkan dengan volatilitas yang ditunjukkan oleh indeks Nasdaq.
Alex Svanevik, CEO platform intelijen kripto Nansen, mencatat bahwa Bitcoin mulai terlepas dari pasar saham tradisional. Berbeda dengan altcoin dan indeks utama seperti S&P 500, Bitcoin menunjukkan stabilitas yang relatif baik di tengah ketegangan perdagangan global. Walaupun Bitcoin mempertahankan ketahanannya, Svanevik memperingatkan bahwa aset ini tetap rentan terhadap kekhawatiran yang lebih luas mengenai kondisi ekonomi, terutama potensi resesi.
Keberadaan Bitcoin sebagai aset yang dianggap aman semakin diperkuat oleh rencana pemerintah AS untuk menyimpan Bitcoin dalam cadangan strategisnya. Cadangan ini akan awalnya terdiri dari Bitcoin yang disita dari kasus kriminal, namun perintah eksekutif Presiden Trump telah merinci strategi untuk pemerintah dalam mengakuisisi lebih banyak Bitcoin. Rencana tersebut mencakup penggunaan pendapatan dari tarif dan menilai kembali sertifikat emas Departemen Keuangan untuk menciptakan surplus yang dapat digunakan untuk membeli Bitcoin tanpa perlu menjual emas.
Namun, meskipun Bitcoin terus menunjukkan pertumbuhan, potensi resesi di AS tetap menjadi perhatian bagi perekonomian yang lebih luas. Laporan terbaru dari JPMorgan meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi di AS pada tahun 2025 dari 40% menjadi 60%. Laporan tersebut menyoroti bahwa tarif yang masih berlaku, terutama tarif 145% terhadap China, masih menjadi ancaman signifikan bagi pertumbuhan global. Federal Reserve diperkirakan akan mulai melonggarkan kebijakan moneter pada September 2025, dengan pengurangan lebih lanjut yang diharapkan hingga Januari 2026, hal ini bisa membantu perekonomian tetapi juga mempengaruhi permintaan untuk aset berisiko seperti Bitcoin.
Seiring Bitcoin terus tumbuh dalam kehadiran di pasar global, masa depannya akan sangat dipengaruhi oleh perubahan regulasi, khususnya di AS, dan kemampuannya untuk mempertahankan daya tarik sebagai penyimpan nilai di tengah gangguan ekonomi global. Dikhawatirkan bahwa Bitcoin semakin dilihat sebagai pelindung, mirip dengan emas, saat ketidakpastian ekonomi semakin meningkat.
Mengenai hal tersebut, para analis mengidentifikasi beberapa faktor kunci yang dapat memengaruhi masa depan Bitcoin:
- Dinamika Perdagangan Global: Ketegangan antara AS dan China berpotensi mempengaruhi laju adopsi Bitcoin seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan aset aman.
- Regulasi Pemerintah: Rencana pemerintah untuk memasukkan Bitcoin ke dalam cadangan strategis dapat meningkatkan legitimasi dan stabilitas harga Bitcoin.
- Kondisi Ekonomi Makro: Ketidakpastian di pasar dan kemungkinan resesi AS akan mendorong investor untuk mencari lindung nilai yang lebih aman.
Dengan risiko ekonomi yang terus berkembang, Bitcoin dapat semakin diperhatikan oleh investor yang ingin melindungi kekayaan mereka. Ini mencerminkan pergeseran persepsi terhadap cryptocurrency, yang mulai diakui tidak hanya sebagai alat spekulasi tetapi juga sebagai aset bernilai di masa-masa sulit.