
Berlari merupakan salah satu bentuk olahraga yang banyak diminati di seluruh dunia. Namun, seberapa jauh dan seberapa lama seseorang dapat berlari tanpa berhenti menjadi pertanyaan menarik yang terus memicu rasa ingin tahu. Beberapa individu mampu menaklukkan jarak yang sangat jauh, seperti pelari ultra yang berpartisipasi dalam perlombaan dengan jarak yang melewati batas konvensional.
Dalam dunia pelatihan lari, ada pelari yang merasa kesulitan untuk menempuh satu mil, sementara yang lain dapat menyelesaikan 10K dalam waktu singkat. Namun, ada juga pahlawan sejati seperti Dean Karnazes, yang memegang rekor tidak resmi untuk lari terjauh tanpa tidur, yakni sejauh 350 mil (563 km) dalam waktu tiga setengah hari pada tahun 2005.
Pada tahun 2023, pelari ultra Harvey Lewis mencetak rekor baru yang mengesankan dalam perlombaan gaya lari ultra di halaman belakang. Dalam tipe perlombaan ini, pelari menyelesaikan putaran sejauh 4,17 mil (6,7 km) setiap jam hingga hanya tersisa satu pelari. Lewis berlari sebanyak 108 putaran dalam waktu yang total mencapai 4,5 hari, dengan jarak total 450 mil (724 km). Ia hanya mengambil beberapa menit di akhir setiap jam untuk beristirahat, dan langsung melanjutkan larinya.
Namun, sebelum membahas lebih jauh, penting untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan "berhenti" saat berlari. Dalam konteks lari jarak jauh, banyak pelari ultramaraton mengakui bahwa mereka sering kali mengambil waktu istirahat singkat untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka, seperti buang air kecil, makan, atau bahkan tidur. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tidak ada rekor resmi untuk berlari terpanjang tanpa henti, banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi sejauh mana seseorang dapat berlari.
Menurut Jenny Hoffman, seorang fisikawan di Universitas Harvard dan pelari ultra, “saya pikir buang air kecil akan menjadi faktor pembatas di sana.” Ia menambahkan bahwa tubuh manusia memang memiliki batasan tertentu yang harus diperhatikan, terutama saat berhadapan dengan perlombaan panjang dan melelahkan.
Di sisi lain, faktor fisik juga sangat memengaruhi performa berlari. Guillaume Millet, seorang ahli fisiologi olahraga di Universitas Jean Monnet di Saint-Etienne, Prancis, menjelaskan bahwa manusia memiliki beberapa spesifikasi yang memungkinkan kita untuk tampil baik dalam lari ketahanan. Beberapa di antaranya adalah:
- Otot Glute yang Kuat: Otot glute yang relatif besar membantu kita untuk bergerak maju dengan efisien.
- Energi Elastis: Kemampuan untuk menyimpan energi elastis di tendon dan otot memungkinkan kita berlari lebih jauh tanpa mengalami kelelahan yang cepat.
- Stabilitas Leher: Ligamen leher yang kuat menjaga stabilitas otak kita saat berlari, sehingga memberikan kenyamanan dan fokus yang lebih baik terhadap tujuan.
Tak kalah penting, kemampuan beradaptasi dengan cuaca panas juga menjadi keunggulan manusia. Kita dapatmengatur suhu tubuh melalui keringat. “Bahkan jika suhu eksternal cukup tinggi, kita mampu mempertahankan suhu inti kita relatif rendah, dan ini merupakan keuntungan besar dibandingkan dengan sebagian besar spesies,” tambah Millet.
Hasil penelitian dan pengalaman beberapa pelari menunjukkan bahwa tidak ada batasan pasti mengenai seberapa jauh seseorang dapat berlari tanpa berhenti, tetapi juga menekankan pada betapa pentingnya pemahaman terhadap batasan tubuh masing-masing. Pengalaman pelari ultra menunjukkan bahwa dengan persiapan yang baik, strategi yang tepat, dan pemahaman akan mekanisme fisiologis tubuh, seseorang dapat mencapai prestasi yang luar biasa dalam dunia lari.
Membahas mengenai jarak dan waktu dalam berlari, satu hal yang pasti: kemauan dan ketahanan adalah kunci utama. Mampu berlari dalam jarak jauh bukan hanya tentang fisik, tetapi juga mental. Setiap pelari memiliki kisah dan motivasi masing-masing yang menjadikan perjalanan mereka unik.