Pemerintah Australia telah membuat keputusan kontroversial dengan memberikan pengecualian kepada YouTube dari undang-undang baru yang melarang akses media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun. Kebijakan ini menjadi topik yang hangat dan memicu protes keras dari berbagai pesaing di industri media sosial.
Menurut laporan yang dirujuk dari Bloomberg, jaminan pengecualian tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Komunikasi Australia, Michelle Rowland, kepada CEO YouTube, Neal Mohan. Komitmen ini, yang diungkap melalui dokumen internal yang didapatkan oleh media melalui undang-undang kebebasan informasi, menunjukkan bahwa negosiasi antara pemerintah dan YouTube sudah berlangsung sebelum proses konsultasi publik resmi dimulai. Dalam surat yang ditulis tanggal 9 Desember, Rowland menjelaskan bahwa pemerintah ingin memberikan kepastian kepada YouTube agar platform tersebut tidak terpengaruh oleh regulasi yang akan mulai berlaku akhir tahun ini, asalkan partai yang berkuasa berhasil mempertahankan posisi mereka dalam pemilu Australia pada 3 Mei mendatang.
Keputusan untuk mengecualikan YouTube dari peraturan ini menuai reaksi keras dari rival-rivalnya, termasuk perusahaan-perusahaan besar seperti Meta Platforms Inc., Snap Inc., dan ByteDance Ltd., pemilik TikTok. Dalam suatu pernyataan, TikTok mencemaskan pengecualian ini sebagai suatu kesepakatan yang tidak logis, anti-persaingan, dan picik. TikTok menegaskan bahwa kebijakan tersebut menciptakan ketidakadilan, di mana platform lain harus mematuhi aturan ketat tersebut, sementara YouTube mendapatkan perlakuan istimewa.
Langkah pemerintah Australia ini cukup mengejutkan, terutama mengingat pentingnya perlindungan anak dalam era digital. Dengan aturan baru yang mulai berlaku, perusahaan media sosial besar seperti TikTok, Facebook, dan Instagram dituntut untuk menghentikan akses anak di bawah umur ke platform mereka atau menghadapi denda yang bisa mencapai hingga 32 juta dolar AS. Banyak perusahaan media sosial yang menyatakan kekhawatiran terkait dampak dari peraturan ini, terutama di sektor kreativitas dan pendidikan, yang semakin bergantung pada platform digital.
Penting untuk dicatat bahwa juru bicara Rowland berusaha mempertahankan kebijakan ini, dengan menyatakan bahwa pengecualian bagi YouTube dan platform lainnya telah diumumkan sejak November 2024. Rowland berargumen bahwa keputusan ini mencerminkan harapan umum masyarakat Australia terkait manfaat kesehatan dan pendidikan yang diberikan kepada anak-anak. Ia menambahkan, “Jika sentimen masyarakat berubah seiring waktu, undang-undang kita harus diperbarui untuk mencerminkan hal ini.”
Kontroversi ini tentu saja membuka lebih banyak diskusi mengenai regulasi media sosial yang adil dan keberlanjutan industri teknologi yang berorientasi pada anak-anak. Pihak-pihak yang protes menilai bahwa dengan memberikan pengecualian kepada satu platform, pemerintah Australia telah membuat ketidakadilan yang dapat memengaruhi lanskap kompetisi di industri media sosial.
Dalam konteks lebih luas, kebijakan ini juga mengundang perhatian publik dan dapat memengaruhi keputusan pemilih pada pemilu mendatang. Jika banyak pemilih merasa bahwa keputusan pemerintah tidak adil, maka hal ini berpotensi menjadi salah satu isu mendasar dalam kampanye pemilu.
Sebagai tambahan, bentuk ketidakpuasan ini bukan hanya dirasakan di Australia, tetapi dapat menarik perhatian global, mengingat industri media sosial yang saling berhubungan di berbagai belahan dunia. Persaingan ketat di sektor ini akan terus berkembang, dan keputusan yang diambil oleh pemerintah Australia akan menjadi titik fokus perhatian bagi negara-negara lain yang berupaya mengatur penggunaan media sosial, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.